Apa yang diperhatikan kaum Adam terhadap wanita yang baru pertama dilihatnya? Boleh Anda bayangkan dan jawab sendiri. Umumnya laki-laki akan memperhatikan bentuk tubuh sosok yang dipandangnya, wajar dan manusiawi. Okelah, fisik menjadi acuan pertama, meski tidak semua memaknainya sebagai acuan utama. Setelah fisik biasanya laki-laki ingin mengetahui sifat wanita yang menjadi sasarannya. Lalu, bagaimana untuk mengenal sifat mereka padahal kita belum pernah berinteraksi dengannya? Perhatikan cara duduknya.
Seberapa penting kah cara duduk untuk mengetahui sifat-sidat wanita? Ada yang lebih penting.
Wanita memang makhluk ciptaan Allah yang cukup
unik. Menurut riwayat, ibu Hawa sebagai penghulu para wanita tercipta
dari salah satu tulang rusuk suaminya, yaitu Nabi Adam alaihissalam.
Kata orang ia sangat rapuh, namun sebagian yang lain bilang wanita
lebih tegar dan tangguh daripada laki-laki. Karena tercipta dari tulang
rusuk yang bengkok, ia perlu penanganan khusus. Jika dipaksa untuk
lurus, dia akan patah. Namun jika tidak diluruskan, ia akan selalu
seperti itu. Unik memang.
Seiring dengan munculnya peradaban, sosok wanita
tetap memegang peranan utama dalam segala sendi kehidupan. Setiap bangsa
berbeda-beda dalam memperlakukan wanitanya. Kita mengenal kebudayaan
Yunani dan Romawi Kuno yang sangat maju di zamannya. Di Mesir Kuno lebih
tersohor lagi, siapa yang tidak mengenal Cleopatra, Ratu Mesir yang
juga menjadi kekasih kaisar besar Romawi , Julius Caesar.
Episode berikutnya adalah kehadiran wanita di balik
kejayaan Islam abad ke-6 sampai dengan ke-15 Masehi (sembilan abad).
Islam dicanangkan Allah sebagai jalan hidup (way of life)
manusia sejak Adam diciptakan, menyeru mereka untuk berserah diri
(taslim/muslim) dengan tunduk kepada keesaan Allah tanpa membuat sekutu
apapun di sisi-Nya. Sejarah mengenal Siti Khadijah dan Siti Aisyah di
belakang pembawa risalah Islam terakhir, yaitu Nabi Muhammad salallahu’alaihiwassalam.
Saat itulah puncak kehormatan wanita berada pada
puncaknya, dibebaskan mengenyam pendidikan setinggi-tingginya setara
dengan kaum laki-lakinya, dibebaskan untuk tidak melaksanakan syariat
saat sedang halangan, diberi hak waris saat suami atau orang tuanya
meninggal, disebutkan Rasulullah bahwa surga berada di bawah telapak
kaki ibu, dan disebutkan Rasulullah tiga kali sebelum menyebut ayah kita
(laki-laki). Khadijah digambarkan sebagai ibu kaum muslimin sedangkan
Aisyah adalah lautan ilmu bagi periwayat hadist dan sumber pertanyaan
kaum muslimin tentang hukum-hukum syariat. Khadijah mendapat tempat
istimewa bagi suaminya, bahkan setelah meninggalnya. Tak jarang
Rasulullah menyuruh Aisyah menyiapkan satu piring di meja makan ketika
mereka tengah makan, piring yang membuat Aisyah merah padam karena api
cemburu. Sampai begitunya Rasulullah mencintai istri pertama yang tidak
pernah dipoligaminya ketika Khadijah masih hidup.
Semua itu tidak pernah dialami oleh umat manapun
juga sepanjang sejarah manusia, kebebasan tanpa meninggalkan kodrat dan
kehormatan sebagai makhluk lembut pendidik keluarga. Lebih jauuuuuuh
terhormat dibanding kaum feminis modern saat ini yang mirip
wanita-wanita Yunani dan Romawi Kuno. Kebebasan yang mereka anut pada
akhirnya melecehkan dirinya mereka sendiri di hadapan laki-laki. Mereka
menjadi objek konsumsi mata laki-laki, baik sebagai iklan sabun, boneka
molek di atas catwalk, artis film porno, penunggu kafe-kafe
malam, petinju professional, dan beragam aktivitas lainnya yang kadang
membuat wanita itu tidak kuat menahannya sehingga tidak sedikit yang
bunuh diri.
***
Tulisan saya tentang keluarga salah satu anggota DPR rupanya direspon cukup baik oleh banyak kompasianer (lihat 10 Anak Anggota DPR Hafal Al-Quran).
Oleh karena itu, guna melengkapi kisahnya, kali ini akan kita bahas
latar belakang Kang Tamim dan istrinya dalam mendidik mereka sehingga
menghasilkan ‘produk-produk’ yang menakjubkan. Kata salah satu
komentator di sana, kalau mendidik satu anak dan berhasil itu sudah
biasa dan wajar, kalau ini sampai 10 anak , subhanallah kata mereka.
Siapa yang tidak iri bukan?
Pada tulisan kemarin, fokus kita ternyata tertuju
pada sosok sang suami yang sekaligus sebagai salah satu anngota DPR-RI,
anggota dewan yang terhormat Mutammimul Ula (Kang Tamim). Seperti dalam
pola keluarga islami, tidak ada keluarga yang sukses tanpa kehadiran
sesosok istri shalihah di belakang kepala keluarga. Shalihah bukanlah
istri yang hanya mengenal shalat, puasa, atau bahkan haji sekalipun
(bergelar hajjah) sebagaimana mindset masyarakat kita. Shalihah dalam
pengertian sebenarnya adalah sesuatu yang tidak ada batasnya seiring
perkembangan zaman tanpa meninggalkan norma-norma keislaman.
Siapa yang tidak ingin mempunyai istri tahu
seluk-beluk teknologi, fasih berselancar di internet (untuk hal
positif), menyenangkan ketika dipandang suami, segera datang saat
dipanggil, berpuasa sunnah dengan kesepakatan bersama, sering mengucap
kata-kata mesra untuk seluruh anggota keluarga, atau ibu utama bagi
anak-anaknya dengan tidak pelit memberi ASI. Inilah beberapa contoh
shalihah di era sekarang. Sesuai janji Allah, wanita yang taat
menjalankan perintah dan larangan-Nya, tunduk kepada suami bukan dalam
hal kemaksiatan kepada Allah, dan mendidik keluarga sebagai generasi
rabbani, dipersilahkan Sang Pemilik Semesta untuk masuk surga dari pintu
manapun yang wanita itu kehendaki. Sungguh luar biasa.
Kaum pria yang harus shalat setiap hari tanpa boleh
terputus kecuali oleh ajal, harus maju ke medan perang saat agamanya
terancam, dan bekerja mencari nafkah berpeluh keringat dan darah, belum
tentu mendapat kesempatan seperti itu dari Allah. Itulah penghormatan
Islam kepada kaum Hawa. Begitulah, Islam tidak memandang Hawa bersalah
karena telah menjerumuskan Adam dari Surga ke Dunia. Islam tidak
mengenal dosa warisan akibat ulah mereka ketika itu.
Tahukah Anda apa sebutan Iblis dalam bahasa Inggris
(Barat)? Ya, Evil. Dari kosakata apa Evil tersebut? Tepat, Eve.
Siapakah Eve itu? Ya benar, dia adalah istri Adam. Begitukah
penghormatan bangsa yang kita puja-puja selama ini sebagai bangsa maju.
Mereka menempatkan nama wanita ibarat Iblis, penghulu para Setan. Dimana
peran kaum feminis modern dengan penyebutan tersebut. Mengapa mereka
tidak menuntut Dewan Bahasa Inggris untuk mengganti kata Eve itu ke
posisi yang lebih terhormat. Kata yang tidak identik dengan sosok Iblis.
***
Kembali ke keluarga Mutammimul Ula di atas.
Pada akhirnya kita dapat menarik simpulan, di balik
kesuksesan Kang Tamim ternyata ada satu sosok wanita yang telah
melahirkan sebelas keturunannya. Siapa lagi kalau bukan istrinya,
Wirianingsih. Memang siapa dia?
Sosok besar yang bertitel lengkap Dra.
Wirianingsih, Bc.Hk. lahir di Jakarta, 11 September 1962 (48 tahun).
Selain ibu rumah tangga, banyak aktivitas yang dia lakukan diantaranya
menjadi dosen, kuliah pasca sarjana, dan aktivis perempuan. Terkini
adalah menjadi anggota Dewan Pertimbangan PP Persaudaraan Muslimah
(Salimah) bersama Ustazah Yoyoh Yusroh, Nursanita Nasution, dll dimana
sebelumnya dia menjadi Ketua Umum. Mereka adalah anggota DPR dari fraksi
yang sama dengan Mutammimul Ula.
Lalu, metode apa yang Kang Tamim dan Mbak Wiwi terapkan dalam mendidik putra-putrinya?
Kuncinya adalah keseimbangan proses. Begitu simpulan dari metode
pendidikan anak-anak sebagaimana tertulis dalam buku “10 Bersaudara
Bintang Al-Quran. “ Walapun mereka berdua sibuk, mereka telah menetapkan
pola hubungan keluarga yang saling bertanggungjawab dan konsisten satu
sama lain. Selepas Maghrib jadwal mereka yaitu berinteraksi dengan
Al-Quran.Guna mendukung kesuksesan program ini, mereka mencanangkan kebijakan sederhana, yakni: menyingkirkan televisi dari rumah, tidak memasang gambar-gambar selain kaligrafi, tidak membunyikan music-musik yang melalaikan, dan tidak ada perkataan kotor di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Penulis buku itu juga membahas urgentitas menjadi hafiz Al-Quran. Penulis mengklasifikasikannya menjadi dua bagian: keutamaan dunia dan keutamaan akhirat. Fadhail dunia antara lain: hifzul Al-Quran merupakan nikmat rabbani, mendatangkan kebaikan, berkah dan rahmat bagi penghafalnya, hafiz Al-Quran mendapat penghargaan khusus dari Nabi (tasyrif nabawi), dihormati umat manusia, dan menjadi keluarga Allah di muka bumi. Sedangkan fadhail akhirat meliputi: Al-Quran menjadi penolong (syafaat) penghafalnya, meninggikan derajat di surga, penghafal Al-Quran bersama para malaikat yang mulia dan taat, diberi tajul karamah (mahkota kemuliaan), kedua orang tuanya diberi kemuliaan, dan pahala yang melimpah.
No comments:
Post a Comment